Jumat, 03 Februari 2012

Masih Tentang Senja.



"...ketika kutatap senja, aku tahu. Ada yang salah dalam diriku. Soal aku-baik-baik-saja yang tak pernah baik-baik saja kah ?"


---------------------------------------------------------


Rasanya kemarin aku telah menyelesaikan diksiku akan senja; dimana ia yang terbungkus kertas emas, perlahan melumat habis setiap birunya langit hingga berwarna indigo dan mencipta mentari yang bersinar rapuh, yang sebelumnya menghasilkan jingga. Sejingga lembayung. Atau tentang seorang lelaki tua yang berpulang, menemui perempuan dan malaikat kecilnya, bersamaan dengan burung-burung yang meriuh.

Haru.

Tapi kenyataannya, tidak.
Senja masih menyisakan sedikit fenomena, yang hanya mampu kukupas perlahan tatkala aku memupus setiap bayang yang sejatinya, takkan pernah hilang. Seperti debur ombak -- menghapus setiap coretan yang kucerca hingga hangat airnya menyentuh telapak kaki; menggesek pasir-pasir hingga tiada berbekas.

Aku masih sama seperti kemarin; hanya mampu menatap sayu dalam magisnya aksara yang tersusun. mencoba merangkai setiap kalimat yang bilamana ku eja, akan membentuk : kamu.

Dan pada akhirnya, aku masih menangis. Meluruh rasa yang menggenap di mata, di hati, di raga. Dalam diam, dalam-dalam. Menangis untuk apa, aku tak pernah benar-benar tahu. Bukankah cinta tak pernah mencipta kata 'karena' ? Atau mungkin karena aku tersadar, bahwa aku akan terus terlupakan; seperti halnya senja ketika petang menjelang...  

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar