Senin, 06 Februari 2012

Depresi Melankoli




"...Seperti Selma yang mematahkan sayap Kahlil..."

------------------------------------------------




...sampai detik ini, aku masih harus bersusah payah untuk berdamai dengan sekerat kenangan yang menggumpal dalam dadaku. Atau mencoba berbaikan dengan gejolak halus yang selalu mendesir perlahan, yang selalu berhasil membuatku sesak. Terisak. Sama halnya seperti menjaga istana pasir yang terlalu dekat dengan debur ombak. Selalu saja berakhir tragis.


Hal ini yang selalu membuatku terdiam. Membiarkan diam berbahasa. Membiarkan air mata mengganti tulisan yang semenjak tadi, tak kunjung tertulis. Tak kunjung tertata dalam bait, yang selalu berakhir dengan sebuah kata yang entah sampai sekarang, aku tak paham bagaimana cara memperjuangkannya.


Kamu.


Aku tahu, semua hal ini tak sehat. Telah kukorbankan beberapa waktuku, mengesampingkan apa yang seharusnya kudepankan, dan berusaha untuk tetap terjaga hanya untuk memastikan; kau baik saja. Kucoba memilin setiap rasa yang kusut, menguntai setiap kenangan yang terajut, yang lagi-lagi... bermuara entah dimana, dan hanya berputar-putar seperti lingkaran utuh yang sempurna. Aku nelangsa. Aku merana. Karena lebih memilih mencintai dan kemudian tersesat dalam melankoli... 





























Tidak ada komentar:

Posting Komentar