Selasa, 15 Desember 2009

apa kau benar-benar tahu ?

kau tahu ?
hujan mencoba membiaskan maknanya
saat menyaksikan matahari dan bulan
mencintai, namun sulit tuk bersatu
menyayangi, namun tak kunjung bertemu ...

kucoba sang malam memahami perasaan
kutatap sinarnya saat benderang
kuracau isi hati dengan lamunan malam

andai dia tahu maksudku
mungkin hujan yang ia kirim
ikut menangis bersamaku ...

sendiri.

aku tergambarkan seperti pecandu dengan butiran antibiotik
terdiam disudut ruang
bibirku terkatup menutup, enggan bersuara tanpa makna
entah mengapa, aku sedikit ketagihan
ya, aku menikmatinya.
meski sesekali aku menatap fotonya dengan sadis
atau bahkan berkomat-kamit tak jelas
tetap saja aku menikmatinya

aku ingin menyendiri
namun aku enggan sendiri

kau tahu maksudku ?

kelabuku ...

aku tak mahir melukis perasaan
akupun tak pintar mewarnai dunia
aku hanyalah dua buah warna

hitam dan putih

andai aku mengaduk semua yang kumiliki
hanya muncul butiran baru

kelabu.
ya, kelabu.

aku mohon padamu
tolong beri aku pelangi
karena dengan warna-warninya dapat melukiskan perasaanku
dapat menerka imaji dalam bayang
dapat menggambarkan keinginan dalam angan
hingga bermetamorfosa menjadi sebuah nebula
bergerak penuh warna

aku menunggumu
menunggu pelangimu
karena aku hanyalah kelabu ...

partitur kebencian.

demikian hatiku yang kuujar
tatkala kita berpapasan jam empat sore
mendung dan gerimis menemani kita
saat aku mengutarakn kepenatan dalam lubuk hati

kini semua terasa berbeda
aku membencimu
namun ku mencintaimu

mungkin ini seperti supernova
yang meledak dengan partikel tak beratur
membiaskan cahaya kemilau
yang kau gambar dengan telunjukmu

ya, kini aku membencimu
sungguh, aku membencimu
namun akan lebih benci bila ...

kau meninggalkanku dengan kebencian ...

melenguh...

... langkahku kembali terhenti
tatkala rinai-rinai mulai menerobos bumi
hatiku terpaku
ragaku kelu
awan di atas sana kembali memahami perasaanku
ya, kufikir ia benar-benar tahu isi hatiku

entah apalagi yang harus kuceritakan
segalanya terasa abstrak. absurd.
namun hati kecil ini selalu mengiang
meminta lara dan dukanya diumbarkan semua

hufh ..
wahai matahari, tolong sinari aku dengan terikmu
agar aku tak merasa gelap
untuk kesekian kali ...

terkadang, aku merasa perasaan itu ada.

terkadang, petikan dawai menenangkan hati
terkadang pula, dentingan piano menyejukkan rasa
dan bahkan, semilir angin mendinginkan jiwa yang kalap

setiap melankoli yang kugenggam
selalu kunyanyikan
dalam sunyi
hingga tak terujar
oleh setiap insan
yang tak merasa
akan satu hal

Perasaan ...

mungkin.

... mungkin, aku terlalu lama menutup mata
hingga tak dapat membeda terang dan gelap

mungkin, aku terlalu rapat menutup telinga
sampai aku tak mendengar nasihat akan kebenaran

mungkin, aku terlalu mengurung rapat hatiku
sampai-sampai kau sulit membisikku tentang perasaan

mungkin

aku masih mencintainya ...

genggam, dan rasakan.

... bahkan hanya untuk sekedar senyuman
terasa sulit tuk teraut
mungkin aku sudah kalut
untuk kembali menyakiti hati
yang terlanjur tuk kesekian kali

ini bukanlah luka biasa
yang dapat kau obati dengan perban dan kapas
ini adalah luka dalam kalbu
yang menusuk menerobos raga

andai dia tahu pedihku
tolong, ambil hatiku
simpan dalam hatimu
agar kau tahu perihku ...

aku tahu kalau aku bisa ...

... dan kembali kulihat matanya
mengkiaskan suatu tak tergapai
entah apa dalam khayalnya
namun kudapat membayangkan imaji fikirnya

entah apa yang merasuk
kita berpapas tanpa sua
tanpa nada, tanpa isyarat

aku masih mendengar ocehannya
saat ku 10 langkah dibelakangnya ...

bersabarlah, nak.
aku tahu kamu dapat melalui ini ...

ada. namun tak kau fikir ada.

... Tahukah kau? aku ini ada
aku masih ada. tak hilang, tak mengada-ada
jangan anggap aku hilang
karena aku ada meski kau anggap hilang

sebebas itukah kau anggap aku tak ada ?
walau engkau hilang, aku kan selalu menganggapmu ada
tak seperti engkau
menghilangkan yang telah ada

cobalah untuk mengerti
bahwa aku ini ada
tak perlu dihilang-hilangkan
aku kan selalu ada, meski engkau tak menganggapku ada ...

menunggu pagi.

menunggu pagi
dan aku masih terdiam disini

dan aku tak tahu
kapan malam yang kelam ini berhenti
entah, kapan ...

mungkin, aku kan selamanya terdiam
menunggu pagi
yang tak kunjung menemani
hingga fajar yang menyingsing
tak sempat untuk kupaling ...

aku tak mau, namun aku harus.

... dan saat ku mengetahui
apa yang selama ini kau ucap tak ada
kini ku tersadar
kini mataku terbelalak
kini hatiku terperangah
sakit ? sangat. sangat perih

aku hanya dianggap sampah
tak berharga, tak bertenaga
ya, dibuang, dan diacuhkan begitu saja
hingga membusuk entah kapan.

aku tak mungkin berharap lebih jauh
itu hanya menggelapkan realita
bahwa aku ...

BUKANLAH SIAPA-SIAPA MU.

itu takkan mengubah apapun.

... saat kelabu menggelayut
ataupun saat senja merekah
itu takkan mengubahmu
menjadi seorang pangeran tampan dalam cerita putri salju
ataupun menjadi cinderella yang anggun

ia hanya membuatmu menangis
meringis
dalam hati ...

beritahu tempatnya.

kabut kembali menutupi perasaanku
seketika aku buta,
namun melihat
aku menerka-nerka,
namun menatap

hei !
dimana dirimu ?
dimana cintamu yang dulu ?
dimana perasaanmu saat kau menerangiku dahulu ?

tak tersadar, aku terduduk lemas
merintih tanpa alasan
dan yang ku tahu pasti
rasa yang kutitip padamu telah dibuang entah kemana ...

hanya bisa merenung.

...dan saat aku terduduk di sebuah bongkahan batu
ia datang menyusuri jejakku dengan pelan
kufikir ia hanya sekedar memberiku isyarat pelita
dan ia pun menghampiri telingaku

mendengus pelan
firasat buruk kembali menggemuruh setelah sekian lama
ia tak menggerayangiku

ia membisikku sesuatu tentang cinta
dan kudengar jelas apa yang ia ucap
hingga semua enerji yang terkurung terkulai tak berdaya
dan ia kembali berjalan melewatiku

dia membisikku,
"aku bukan lagi untukmu..."

dengar mataku, tatap hatiku.

mungkin, setiap apa yang kau dengar dari bualanku
takkan pernah berimbas realita.

akan tetapi
dengar hatiku

mungkin dengan begitu kau akan membaca
setiap bait yang kuharap
hingga kelak melebur, meluber, dan melebar

dengar perasaanku
maka kau akan membaca fikiranku ...

bermimpi.

aku ingin bermimpi
tentang setiap sajak yang kita curah dalam getirnya melankoli
tentang indahnya dunia yang kita lukis jelang fajar menyingsing
tentang asa yang menggunung saat kita terduduk terseri

aku ingin bermimpi
tentang bayang ragamu yang mengguntai hilangkan kabut sepi
tentang amarahmu kepada pagi yang terlalu cepat kemari
tentang separuh hati yang tak jua tergenapi

aku ingin
walau hanya sekedar bermimpi
tentangmu

ya, tentangmu ...

sakit ? mungkin seperti itu ...

Dan tatkala kau mengesampingkan setiap ego yang kau agungkan
saat itulah kau membuka ruang demi hati ini yang kian terpuruk

tenggelam sunyi.

Dan tatkala kau buai aku dengan pujian 1001 malam
saat itulah kau mencoba dustai setiap sulaman yang kau rajut

terkikis pahit.

Dan tatkala kau abaikan hati yang membutuhkan peneduh
saat itulah semua rasa menghancur terlindas perih

sakit ...

hanya disini kuujar semua.

setiap hembusan nafas yang kuhela
selalu teringat akan bayangmu
yang menemaniku dengan senyuman
selalu terpasang di raut wajahmu

sayang ...
jejakmu meninggalkan luka
terlalu pedih untuk dirasa
terlalu dalam untuk diraih

enggan rasanya ceritakan semua
setiap aib dengan bumbu derita
namun, apa daya ...
emosi takkan selamanya kugenggam
erat dalam telapak ...

hanya disini kuujar semua
tiap-tiap rasa yang rapuh
terkikis tanpa jejak membekas ...

karenamu ...

kau tahu
rona wajahmu menerangiku
saat ku terlelap
hingga ku terjaga
karena kau terus mengiang dalam fikirku...

mengujar dalam bisu.

tak pernah kulihat satu wajah itu sebelumnya
sendu
kelu
entah iblis macam apa yang menggerogoti
riangnya kosong tertelan prahara

Ia masih tersenyum
namun lesu, tak tersirat
sesekali ia menyeka kelopak mata
tak biasa kulihatnya

entah lara apa yang hinggap
hingga pesona cerianya tertelan habis
sepertinya ia akan terus tegar
sembunyikan pedih yang terpandang

perahu kecil.

mengambang
terombang-ambing tanpa karuan
bergerak kala ada hempasan
tak tahu arah berharap

ya.
aku hanyalah sebuah perahu kecil
terbuat dari kertas lusuh
yang melaju diantara genangan deras

ya.
aku hanyalah sebuah perahu kecil
tanpa arah
tanpa tuntunan

ya.
aku hanyalah sebuah perahu kecil ...

akulah ciptaannya ...

mungkin ...

aku hanyalah sajak tak bermakna
yang telah bermetamorfosa dari palung penuh derita
hanya mengungkap secercah bait
dari memori yang telah lama pahit

aku hanyalah ungkapan hati pencipta
semua cinta deritanya diungkap semua
namun ...
sajak tetaplah sajak
sepatah kata penuh makna

itupun bila aku kau anggap ...

bila aku harus diumpamakan, aku hanyalah sebuah buku rumus. tebal dan usang. tersimpan di deret paling bawah di antara tumpukan buku yang lain. tidak seperti mu, engaku laksana novel yang benar-benar dipuja khalayak ramai.

memang, kita berdua terbuat dari lembaran kayu yang diolah sedemikian rupa. namun, entah sudah beberapa lama tak ada satupun makhluk yang hinggap menyentuh coverku. mungkin sudah beberapa tahun, puluhan mungkin ...

aku takkan pernah bisa menjadi dirimu, meski harus didaur hingga aku memiliki cetakan baru, tetap saja orang-orang yang berjalanan diluar sana enggan menyentuhku. terlalu rumit, ujarnya.

Tak seperti dirimu, para makhluk bernyawa itu rela memforsir hartanya demi buku yang dipujanya, yaitu dirimu. mereka rela berderet antre seperti semut yang berjajar menunggu bagian remah kuenya datang.

kumohon kau untuk mengerti, bahwa aku hanya bisa menjadi bebukuan usang, takkan lebih. jadi, belajarlah untuk menyayangiku sebagai buku usang, bukan novel ...

ini bukan puisi. hanya curahan hati.

pernah kugenggam jemari lentikmu
begitu lembut

menyentuh detak jantungku
hingga terasa sayang untuk kulepas




aku rindu pada masa-masa itu
sungguh, aku benar-benar rindu ...

kepakkan sayapmu yang tinggi ...

mungkin akan bernada monoton
bila harus terus menyanyikan lirih
bernada melankoli
dengan melodi sunyi
sepi ...

sebentar, biar kulepas bajuku
agar kau bisa menaruh telapakmu
tepat ke arah jantungku
agar engkau tahu
hatiku benar-benar berdegup untukmu ...

wish you happy there.

aku akan tetap bahagia
meski harus bersenandung lirih

aku kan selalu tersenyum
meski harus melihatmu jauh

kuharap kau selalu gembira
dengan orang yang telah kau pilih

dengan begitu, aku kan merasa indah
meski mesti menyembunyikan pedih ...

fikir ?

kufikir aku akan bahagia bila berada disisimu
kufikir aku takkan mengenal sengsara bila didekatmu
kufikir aku akan selamanya melayang indah denganmu
kufikir akulah sang juara di hadapanmu
kufikir semesta dapat kutaklukan bila dengan dirimu

kufikir aku ...


aakh, kufikir aku terlalu banyak berfikir ...

pantaskah aku ...

Apakah
Aku
Pantas
Menjadi
Orang
Yang
Terus
Kau
Sakiti
Dengan
Caramu
Yang
Picik ?

ternyata aku tak dapat mengingkari ...


luka ini tak dapat kudustai
hingga tahta yang kau ucap membuatku meringis

dusta ini tak dapat kuhindari
hingga kata ini tertelan habis

ternyata aku masih hidup dalam bayangnya
yang enggan untuk kuingkari ...

sampai kapan ... ?

sinar matahari yang terik berubah menjadi kelam, mendung, dan mulai menampakkan kesedihannya. 
rinai-rinai mulai berjatuhan. deras.

setiap orang mulai mengeluarkan alat peneduhnya. 

entah itu jaket, payung, ataupun berlarian membabi buta mencari tempat teduh.

sedangkan aku ? hanya terpaku meringis. 

air mataku mulai bercampur dengan rerintik yang membasuh wajahku.

sampai kapan aku harus sendiri tanpa ada peneduh yang dapat meneduhkan hatiku yang beringas ?

sampai kapan ?

maaf ...

entah apalagi yang harus kutulis
untuk menggambarkan perasaanku untukmu
mungkin tak ada lagi alphabetika yang sanggup mengimajinasikan khayalku
yang telah terhapus oleh raut mukamu yang muram

hanya bisa terpaku
membisu dihadapanmu

hati ini sesungguhnya ingin berteriak ...

maafkan aku ...

apakah hidup ini seperti kue ?

perasaanku kalut
benar-benar takut

mungkin kalian pernah membuat kue yang lezat
dimana semua bahan tercampur

tertuang dalam suatu wadah
lalu kalian kocok dengan sangat cepat hingga sulit terlihat

dari asal bentuk semula

ya, mungkin perumpamaan itu yang dapat kugambarkan

perasaanku benar-benar teraduk ...

hitam-putih kelabu ...

sesaat setelah sang surya meninggi
kulihat bayang yang enggan menjauh
hitam, agak keabu-abuan
mungkin, nestapa itulah yang selalu mebayangiku di tiap aku melangkah

cinta ini memberiku bahagia
cinta ini memberiku kenangan
cinta ini memberi derita

mungkin sebahagian orang mengatakan
bahwa cinta itu indah, sesakit apapun dirimu engkau takkan meninggalkannya
kufikir itu ada benarnya
karena aku selalu memelihara sengsara ini
sengsara atas cinta
yang selalu meninggalkan buaian indah

kuingin kau kembali
berlindung dalam dekapanku ...

biru karena asa ...

biru gelap di langit tua
menggiring bernostalgia
dengan canda tawa masa lampau

fajar mulai menyingsing
menyibakkan rasa kesedihan mendalam
hingga usai air mata ini terpercik
tanpa kiasan asa

kembali kuikat kakiku erat
terbungkam dengan hati mencengkeram
aku tak ingin berlari karena cinta ...

Senin, 14 Desember 2009

tik ... tok ... tik ... tok ...

kucoba mencabut secarik kertas
masih terlihat putih
bersih tanpa noda yang menghalangi

kucabut pena dari saku
yang sudah menunggu untuk kugenggam
dan bersiap mengeluarkan tinta
mencoba berirama apa yang kurasa

a.b.c.d.e...

kutulis semua alphabet satu persatu
hingga membentuk sebuah untaian
mendeskripsikan kalbu melebur sukma
hingga tenggelam dalam kesunyian

sunyi
sepi
hening
senyap
lenyap

hanya denting jam yang menemani ...

memori ...


mendung, kelam, kelabu
mungkin kata-kata itulah yang mencerminkan hatiku
yang selalu mengikis air mata
tanpa pernah engkau sadari

tertegun malu ...

sunyi
senyap
hening
sendiri

hanya luka yang membekas di raut wajahku
tak terlihat, namun terasa
dan noda dalam kalbu ini takkan pernah hilang
meski engkau basuh dengan setiap lafalmu yang bersih

aku hanya bisa membisu
tanpa harap engkau mengerti
apa rasanya hati yang dikoyak
oleh pisau setajam tingkahmu ...

pahitnya manis.

aku lelah untuk terlelap
aku muak untuk memejam mata
aku rindu untuk mencicipi setiap bait cinta
dan aku enggan untuk tersudut seperti ini selamanya

aku harus kuat setegar karang
yang tetap bertahan tatkala diterpa gulungan ombak

namun, hati ini memaksa untuk menyepi
sunyi dalam keheningan malam
setiap helaan nafas yang kubuat
pertanda bahwa hatiku terkikis sedikit demi sedikit

alang-alang bergoyang
rumpun-rumpun menari ria
sedangkan aku ?
terduduk
diam
membisu
tanpa senyuman

hujan kini membasahiku dengan tetesan lembutnya
namun, aku merasa semua yang kugenggam pergi
secara paksa, tanpa pamit

entah apa yang harus kuucap
semua terlalu pilu untuk disangsikan
kedalam setiap bait yang kutulis ini

terlalu pahit untuk dirasa
namun terlalu manis untuk dikenang ...

biar ...

biarkan setiap cahaya semesta redup
kutak peduli dengan semua itu
satu hal yang enggan kuubah
ku tak ingin hatinya redup untukku

walaupun hujan mengguyur deras
seketika jalanan menjadi genangan
setiap orang mencari peneduh raga
aku hanya ingin ada insan yang meneduh hatiku
dikala hatiku sedang mendung ...

namun sayang, dia sudah enggan
enggan memegang payungnya untukku
akupun bingung
macam apa buaian tentang kasih yang kau ucap ?

apakah semacam bintang yang indah di langit malam
ataukah dekap lembut yang dapat menaungi hati ?

aku tak ingin mendengar cinta untuk sementara
Ia hanya memberi derita tanpa suka
memberi duri tanpa harum
menusuk hati mengutuk kalbu

ku hanya bersiap
saat ku benar-benar siap
siap untuk kembali diuji
oleh satu hal ...

CINTA.

sepintas itu terlihat selintas ...

selintas...
setiap kertas takkan selamanya putih
setiap kain takkan selamanya bersih
setiap raga takkan selamanya pulih

sang surya perlahan tenggelam
meninggalkan cahayanya untuk sebuah keheningan
malam...
kelam...
hitam...

ombak mulai menderu pasir dengan lembut
semudah itu jejak yang kita tinggalkan menghilang

namun, apakah setiap hati yang tercipta
akan ikut terhapus dengan setiap rasa yang patah ?

andai aku dapat berandai ...


setiap detik adalah harta tak ternilai
yang dapat dinikmati setiap insan
tanpa harus meneteskan peluh
tanpa pula mencucurkan darah

andai kutahu apa keinginannya
akan kuberikan setiap detik milikku untuknya
tanpa perduli waktu tersisa
ataupun setetes embun saat fajar menjelang

kilat menyambar
ia menyimbolkan perpisahkan kita
yang terbuang
setiap detik
setiap waktu
setiap masa ...

Tuhan, ku ingin ia kembali
agar pertanda waktu yang kubuang tak akan sia-sia
dan selalu menjadi asa
kala cahaya mulai redup ...

kuingin kau kembali ...

kembali rinai-rinai yang berjatuhan mengguyur dahi
tanpa ada satupun peneduh yang menaungi
berlarian tanpa arah
satu tujuan, teduhkan raga

sedangkan aku ?
hatiku semendung kumolonibus diatas sana
sekelam gradasi antara hitam dan abu

aku makin sakit
aku makin hancur
aku makin terpuruk didalam lembah hitam kesunyian
tanpa kesadaran yang pasti

dia telah meninggalkanku
jauh...

sangat jauh...

kuharap engkau kembali
seperti saat kau menyapaku
dahulu kala ...

hilang ...

kupejam mataku sejenak
kuheningkan semua waktu yang menyita
setiap menit, setiap detik
kuanggap apa yang terjadi
seolah waktu terhenti

kubuka mataku perlahan
sambil menyiratkan semua aura pilu
keletihan tak terhindarkan
saat mengenang memori lama
tanpa alunan irama kegembiraan

aku hanya sanggup menggelengkan kepala
tanpa mengucap sepatah nada
tertunduk lemas ...

helaan nafas ini
seolah pertanda bukti
bahwa aku hanya bisa melakukan ini

sudah terlalu lelah aku berjuang
bertahan diatas karang curam
terombang-ambing dihempas badai
hingga semua terasa hilang

kini sungguh benar ...
kau terasa hilang ...

terdiam pilu.

saat senja menjelang
saat rembulan mulai menampakkan sinarnya
saat rinai-rinai hujan mulai merintik diatas awan gelap
saat itulah aku terfikirkan dirimu

entah apa yang menghasut diriku
untuk membayangkan betapa eloknya parasmu
betapa sejuknya hatimu
betapa manisnya lesung pipitmu

sayang, semua itu berubah
tatkala kau menghancurkan hatiku dari dalam
kau koyak semua jantungku
kau sumbat nadi dan arteriku
kau zina semua perasaanku terhadapmu

entah apa yang harus kucari
aku takkan bisa menyongsong esok
tanpa dirimu ...

kalap ...

sering kali aku dibisiki iblis
hidup adalah kegelapan
semuanya itu salah
dan akan selalu bimbang

di dasar relung jiwaku
bergema nyanyian tanpa nada
sebuah lagu yang bernafas di dalam benih hatiku
yang tiada dicairkan oleh tinta cinta di degup jantung

apakah iblis membisikku tentang cinta ?
mengaliri asmara dalam aortaku ?
kebimbangan yang sukar kuenyahkan
selalu datang menjelma menjadi serigala
yang siap menerkam siapa saja yang tak siap dihadapannya

kini aku sadar
iblis dalam jiwaku selalu bercerita cinta
yang selalu berakhir derita

sepertinya aku akan menghindari cinta selama beberapa lama
hingga aku membutuhkannya
seperti aku butuh saat dahulu kala ...

benar-benar sulit tuk dipercaya ...

aku hanya duduk diatas sebongkah batu
sebongkah batu besar di pesisir pantai tenang

kurenung semua yang ku alami
kuhayati setiap detik memori
kekunang semua lamunan indah

sayang, itu hanyalah mimpi ...

rohku seperti kebingungan
akalku seperti gila
jiwaku seperti koma

apa yang sedang terjadi ?
apa ini yang namanya patah hati ?
apakah patah hati seperti beton rapuh yang hancur di tebing everest ?
atau seperti kapur yang digenggam dan hancur begitu saja ?

aaaargh ! ini gila, sungguh gila !!

dendam cupid.

pancaroba di tengah bulan
tak mengubah niatan awal dalam hati
aku akan selalu seperti ini
diam, terkapar
tanpa perlu dirisaukan

dirimu hanyalah menjadi sebatang busur panah
indah ...
kuat ...
gesit ...

aku tak pernah mengira busur panah itu diarahkan kepadaku
kau bidik dengan tepat di dadaku
engkau renggangkan talinya, dan melesat secepat cheetah

aku terhujam
sakit ...

ini bukan panah cupid !
ini panah kebencian
ini panah kecemburuan
ini panah kesengsaraan

sungguh aku kecewa ...

statistika karikatur

senja turun secara perlahan
semilir angin tertahan-tahan
burung gagak berteriak lapar
kocar-kacir diterpa badai

entah apa kesalahan yang kubuat
apakah hiperbolaku semena
apakah karena surau tanpa penghuni
ataukah kerana aku kontra distikon

aku tidak statis
aku tidak kaku
aku tidak karikatur

aku adalah aku
takkan kuubah diriku tanpa aku
walau dadaku remuk tanpa bentuk
hingga melecut tulang rusuk

akh, mataku terasa berat
kurasa saatku akhiri hari ..

Rinai Senja

rintik-rintik kecil berjatuhan saat senja
membuat ranting sekitar penuh kuyup
raga bernyawa berhamburan
mencari peneduh dari langit

ku tapakkan kakiku selangkah
tak peduli dengan kumolonibus yang tebal
tak peduli dengan kilat yang menyambar dengan kuatnya
tak peduli dengan aspal dan lumpur basah

andai aku memiliki peneduh
aku takkan memakainya
sekalipun khalayak ramai memaksa
ku takkan menggunakannya

baru aku pakai peneduh itu
saat ada seseorang disampingku
yang dapat meneduhi raga dan jiwaku
dengan setulus hati ..

fatamorgana ...

ku berlari sekencang hyena
tak peduli arteriku pecah
aku hanya ingin semua selesai
walau guntur menjadi penghalang

apa ini ?
apa itu ?

kupandang secercah asa
kulihat sebuah harapan
kucoba gapai semua
namun, itu hanyalah fatamorgana.

kucoba raih mimpiku kembali
dan kuhitung itu bukanlah klise
kuraih kembali ..
ternyata pengkhianatan yang kugenggam

kini ku terdampar disini
disudut gelap hati
sambil menghitung detik
ku menunggu mati ...

Aku Ini Apa ?

terdiam membisu kaku
mengheningkan semua kenangan
deru mesin menjadi melodi
dan aku menyanyi sunyi

apa arti semua ini ?
apa maknaku untukmu ?
apakah aku boneka dengan jiwa
yang kau gerak sesukamu ?

rinai-rinai menghantam bumi di pagi buta
aku serasa tak bernyawa
ku langkahkan paduan telapak kaki
diantara wewangi aspal basah

aku serasa mati ...

Tatap, Maka Kau Akan Tahu Jawabanku ...

saat kau menatap awan mendung di atas sana
ataupun saat senja merekah sejingga lembayung
Dia takkan mengubah apa-apa
ya, dia takkan mengubah apapun

Dia takkan mengubahmu menjadi seorang pangeran tampan
dalam cerita cinderella
ataupun mengubahmu menjadi putri secantik Snow White

dia takkan mengubah apa-apa
dia hanya membuatmu meringis
terkikis
hingga menangis

dalam hati ...