Kamis, 25 Oktober 2012

Soliloquist.



"Sebuah bunga kecil, tumbuh jauh dari gemerlap kota tanpa mati. Cantik, namun berduri;
membuat siapapun mahfum, bahwa setiap keindahan takkan pernah mudah didapat..."


***


Malam ini, langit nampak beda. Ia hitam, namun lebih pekat. Lebih hitam dari biasanya.
Dan ya... terangnya lelampuan yang memancar --entah dari pekarangan rumah, lampu jalan, cahaya gedung-gedung mewah, ataupun sinar dari lampu belakang mobil -- tak mampu mencipta sebuah ketenangan akan kelamnya malam; terutama malam ini.

Ada satu yang salah.
entah apa, namun yang jelas ada sesuatu yang tidak benar... disini.

kau diam.
hilang pelukan.
kau gagu.
anginpun termangu.

hingga pada suatu waktu, kau menginginkan tiada peluk; sesuatu yang menghangatkan, dan menenangkan... untukmu.




Mari, perbaiki.
Jangan hancurkan.
Aku tak rela bila harus membumihanguskan semua yang telah terjadi,

diantara kita.




Terlebih,... aku malu jika harus berakhir seperti dahulu.
Aku malu.
dengan bunga berduri yang pernah kita kunjungi tempo hari,
dimana ia tampak segar, meski sendiri...

dan kita, berdua. bukan sendiri...



***













Pendek kata, sedikit orang yang tahu arti dari soliloquist atau solilokuis dalam kata serapannya. Biar saya jelaskan sedikit...

Dalam sebuah pementasan, solilokui seringkali dianggap sebagai sebuah monolog yang dimana keduanya serupa, namun tak sama. Keduanya memang merupakan sebuah dialog individu alias sendiri, namun monolog lebih berupa 'pembicaraan yang bisa dialamatkan untuk orang lain', dimana solilokui tidak. Solilokuis hanya berbicara kepada dirinya sendiri. Untuk dirinya saja...



Selasa, 18 September 2012

Cokelat Panas Igelanca




"dari dua cangkir cokelat panas yang kau dekap, satu diantaranya mampu hangatkan genggammu.
bagiku, senyummu jauh lebih hangat ketimbang lukisan kecil 'creamy' yang setajuk dengan perasaanku saat itu."




***




Entah sudah yang keberapa kali perbukitan menjadi tempat terakhir yang sering kusinggahi sebelum pada akhirnya terkapar senyap dalam hangatnya selimut kamar. Selain pemandangannya yang cukup menawan dengan menjanjikan gemerlap sebuah kota berbentuk mangkuk danau, terkadang heningnya malam beserta orkestra bentukan para binatang malam sering mencipta pikiran-pikiran yang cukup luar; dan liar.



Absurd.



Malam semakin larut, angin malam kian membalut.
Mari pulang, sayangku... Dekap badanku erat.
Kalungkan lenganmu di tubuhku, rapat.
Hingga kata cinta terus bernyanyi sepanjang sepinya jalanan...







Tapi maaf, bila masalahku begitu klasik dan suram bila seringkali tanganku membuang raihan genggammu.
Aku, sedikit gelian... hehehe.
















Senin, 11 Juni 2012

Lubang Api.



adalah seperti ngengat yang selalu lebih mudah menghilang dalam senyapnya malam.

***


seperti yang sudah para tetua bilang sebelumnya, "jangan senang bermain api.".
barangkali, memang itulah kegemaranku; mengatakan bahwa tidak ingin terbakar namun kemudian selalu saja kudapati beberapa bagian tubuhku hangus tersentuh besi panas.

bengal.

dan untuk yang satu ini, rasa-rasanya tubuhku terjerumus di lubang yang serupa, hanya saja jalannya sedikit berbeda. tergelincir - terperosok - terdiam.

ya, aku terhatuh di lubang yang sama. terlalu dalam bermain api. seperti biasa... hingga akhirnya tersadar bahwa tubuhku hangus.
apa mungkin keledai pernah merasakan hal seperti ini ? ketika seorang anak manusia merasa nyaman dengan lawan jenis hingga pada akhirnya... melebur -- seperti biasa -- ?






suatu saat, kita pasti akan meninggalkan satu sama lain. hukum alam...


Sabtu, 26 Mei 2012

Kebohongan sebuah kebohongan.


"adalah sebuah kebohongan umum bila pada akhirnya harus kukatakan lagi kalau hatiku tak pernah memikirkanmu..."

Saat-saat di 'Pengasingan', Mei 2012.

---------oOo---------


Entah apa yang tiba-tiba menyelinap dalam pikiran ketika tanpa sadar kutulis namanya diatas hamparan pasir pantai yang putih kecoklatan. Dan pada akhirnya, kita kembali bertegur sapa -- meski tidak secara formal -- layaknya teman biasa. Ya, teman... sebuah tingkat hubungan sosial antara manusia yang sebetulnya tidak ingin kujabat bila berkaitan denganmu.

Aku begitu terobsesi, untuk memilikinya. untuk mendampinginya. lagi.

"Lalu ? apa yang akan kulakukan jika hal-hal tersebut yang didasarkan karena obsesi itu telah terlaksana ?", Bahkan sampai sekarangpun pertanyaan tersebut sulit rasanya untuk kujawab. Sama halnya seperti ditanyai kenapa aku begitu menyayanginya. Karena aku... sayang. Tak perduli seberapa sakit, karena bukankah pernah kutunjukkan padamu sedikit definisiku tentang rasa sakit ?


"Sbnernya itu cuma alibi aja pgen bkin hadi putus asa biar ga ngejar lg krn dr awal langkah yg diambil emg dah salah, kalo ngbiarin hadi tetep deket ya takut lebih fatal efek ke hadi nya contohnya galau berjangka waktu panjang..."























Jumat, 23 Maret 2012

Sunrise.


Semakin lama, semakin terik. Sudah waktunya untuk bergabung dengan selerat bayang jam enam pagi.

-----------------------------------------------------

Di malam-malam sebelumnya, kita sempat beradu kata memperdebatkan perihal siapa yang salah dan siapa yang benar. Bahkan, kita tak yakin sedang memperbincangkan apa. Hingga kemudian, kita berpisah...

Tiada lagi lembut bibirmu mencumbu rindu didalam malam yang begitu mesra dengan secangkir Moccacinno kesukaanku dan beberapa piring makanan hangat yang kita pesan.
Tiada lagi senyum culas yang sering kita jamah bersama lelucon ringan perihal bibirmu yang merah jambu,
Tiada lagi...
Tiada.

Sekarang, jelas didepan mataku selerat sinar matahari yang hendak naik. Dengan latar pegunungan, tentunya...

Maka... kuseruput kembali Moccacinno hingga habis dengan mentari yang kian naik dan; lupakan malam. Hadapi pagi.






luapkan kelam, acuhkan elegi.










Selasa, 20 Maret 2012

Langit, Senja, dan Amnesia. [ Cerita Kedua ]




Begitulah hebatnya Tuhan, yang mampu membuat setiap dari kita terkesima saat senja kembali menggurat...


***


Masih seputar senja, yang selalu terlupa bahwa ia seharusnya biru. Namun kali ini, ia benar-benar mendengar cemoohku pada suatu malam yang selalu mengutuk soal kebodohannya yang melupakan hakikat keabadian.

Pada suatu petang, ia benar membiru. Ia benar bersedih. Serupa laut yang kian tenang seiring jiwa-jiwa nelangsa yang jua berenang menggenang. Entah apa yang sedang ia pikirkan saat itu hingga matahari enggan menyorot langit yang kusam sejak sore tadi. Memang, dia sempat menurunkan hujan beberapa menit yang lalu...


Tunggu !

Apakah hujan tersebut menjadi pertanda bahwa ia sedang menikam perih yang melambung di udara, hanya sekedar membuktikan bahwa kesedihan itu tak ada ?



"Biarkan ia berlalu. Termasuk bibir merah jambu yang sempat kukulum beberapa waktu lalu... Dia tidak lagi merah, namun telah layu
."
















Minggu, 11 Maret 2012

Just Another Memories...





masih ingat dengan minuman yang kau sebut, beraroma balsem ini ? :')

------------------------------------
 


Dalam galeri penyerantaku, nampak wajahmu persis menempel pipiku; yang tersenyum polos menghadap lensa.

.
.
.
 
Ketika itu, kau masih mencintaiku...



















Kata-kata Bisu.



ketika kata-kata tak mampu lagi berbicara...

 -----------------------------------------


seorang penyair yang bergelut dengan kesepian seringkali mampu menuliskan Tuhan dan Cinta, tanpa kata-kata.
karenamu, aku kembali berjibaku dengan sepi selama beberapa malam ini, hingga rasanya aku butuh beberapa pagi. hingga akhirnya kita bisa kembali bertemu dan menuliskan kedua arti kata tersebut.

tanpa perlu berbisik, 
tanpa perlu bergumam.

biarkan kedua bibir kita berpadu, dan bebaskan jemariku mengukir rindu yang pilu di dadamu, hingga kita kehabisan kata-kata...

















Kiasmus.


salah satu yang paling setia menemaniku dalam ingatan adalah, secangkir minuman panas; selain dirimu yang sama hangat...

----------------------------------------


merindukanmu harusnya semudah menyeruput secangkir Moccacinno di tengah hujan deras, di dalam senyapnya malam, atau di atas perbukitan; menikmati bintang saling bertegur sapa.

dan melupakanmu tidak semudah memuntahkannya kembali, kemudian mengharapkan citarasa yang sama...













Balada Sehelai Kertas, Bolpoin, dan Airmata.


double click for better quality :)


















Jumat, 09 Maret 2012

Rindu Musiman.


 aku cemas, bila pada akhirnya seluruh pengorbanan ini hanya menjadi jejak yang tergerus ombak pantai...

-----------------------------------------


semoga rindu ini hanya sekedar rasa musiman, layaknya hujan di awal musim.
muncul dengan aroma yang khas, 
merintik, 
menderas, 
dan usai.

awalnya berbekas, dengan kubangan yang sering kita mainkan saat kanak-kanak
hingga pada akhirnya,

tak berbekas.

.
.
.

tapi terkadang, aku tak menginginkannya...

Rabu, 07 Maret 2012

Sedikit Curhat Galau dari Penulis ( Cerita Kedua ).


 - baca gambarnya, resapi kalimatnya, pandang maknanya. -

----



akhirnya bisa bercurcol lagi setelah kehilangan sedikit sentuhan untuk menulis...

---

Masih di cerita yang sama, diperankan oleh orang yang sama, dengan rasa yang sama juga. dan sekarang, ceritanya agak sedikit... rumit.

Akibat galau yang berkepanjangan, akhirnya sampai juga di bagian klimaks. Opname selama 5 hari karena infeksi lambung. koq bisa ? Gini... setiap kali aku menemukan diriku dalam kondisi down yang bener-bener akut, nafsu untuk makan dan tidur pun hilang. bahkan ada cerita dimana aku hanya tidur setiap dua atau tiga hari sekali, dan asupan nutrisiku hanya berasal dari vitamin dan Pocari Sweat. entah telah berapa kali kutenggak obat maag hanya untuk meredakan penyakitku yang terbilang baru kurasakan akhir-akhir ini...

Selasa, 28 Februari 2012. Rasanya nyawaku tersisa di tenggorokkan. Tak kuasa menahan perih yang sedang kulawan waktu itu, membuatku merasa bahwa kematian jauh lebih baik. Hingga pada akhirnya dokter melakukan sesuatu padaku dan kemudian aku tak sadarkan diri, untuk 24 jam. Entah kurang, entah lebih...

Dan semua masalah baru bermunculan disitu...


Ada seseorang yang menyabotase ponselku dan mengirimkan pesan yang sampai sekarang tak kutahu isinya apa. Namun yang jelas, problemku semakin rumit.



*setel lagu Ok GO - Needing Getting*


 
Memang, sebuah kesalahan besar bila membiarkan perempuan yang memutuskan, karena dia hanya berpikir untuk hari itu saja, dan itupun tergantung mood yang dia rasakan saat itu. Dan aku membiarkannya...

tapi andaikata aku mengatur tentang pilihan yang harus dia pilih, memangnya siapa aku dimatanya ? kekasih saja bukan... justru malah dianggap sebagai seorang yang begitu obsesif untuk memilikinya.

Kalau mesti berbicara soal harapan yang menggantung, bukankah harapanku telah digantung olehmu sejak keputusan yang kau ambil saat itu ? meninggalkan dirimu hanya untuk mencari kehidupan yang lebih baik takkan merubah apapun. Dan semudah itukah kau menyuruhku untuk melakukan hal itu, setelah aku kehilangan segalanya ?

Sakit yah, ketika kamu telah mengorbankan seluruh yang kamu miliki, dan kemudian kau dibiarkan begitu saja, didampar layaknya sampah. Ketika kamu telah memberikan segalanya untuknya, lalu kemudian dia hanya mengucap perkataan yang amat sangat menyakitkan, meski sederhana baginya...



aku harap kamu takkan pernah tahu bagaimana letihnya aku untuk mengejarmu, hingga pada akhirnya harus terbaring. Hanya kamu yang berhasil membuatku seperti itu, membuktikan bahwa betapa istimewanya kamu bagiku, dan betapa hinanya aku dimatamu. bukankah begitu ?













Jumat, 02 Maret 2012

Hujan [ Cerita Kedua ]



Entah kenapa, haluan kapal memiliki kesan dramatis tersendiri bagiku. 
adegan Titanic ? mungkin. tapi satu yang berkesan bagiku adalah, ketika aku mampu menatap langit dan laut secara bersamaan; seolah menciptakan personifikasi akan kedua jiwa yang selalu bertemu, namun tak pernah menyatu.


seperti aku, yang begitu sulit untuk menyayangimu, tulus.



***


"sebentar lagi hujan."
sahutku pada seorang teman pada suatu ketika.


"tapi langit begitu terik. tak nampang mendung meski dari kejauhan. bagaimana bisa ?"
jawabnya, sebari meraut wajah kebingungan; menatap langit diatas lautan lepas.


"aku tidak bilang kalau langit akan hujan."

"lalu ?"
ujarnya. kutatap dia benar-benar ingin tahu apa maksudku perihal hujan.






kutatap birunya langit, meski sebentar, kemudian kuturunkan sedikit topiku hingga menutup pandanganku.
lalu kuhela nafas; panjang...

seketika pipiku basah, mengalur airmata yang terjatuh pelahan.





"sudah kubilang, bahwa sebentar lagi hujan...",
"dihatiku."











Jumat, 24 Februari 2012

Sedikit Curhat Galau dari Penulis.



and I miss my white-gray era in a sudden. When I'm starting to love someone...

--------------------------------------------------


ahem. boleh curhat sejenak ?

Memang sih, jadi orang yang kedua didalam sebuah hubungan merupakan hal yang tragis. Ironis memang, ketika semuanya telah kita korbankan, mulai dari waktu, tenaga, materi, bahkan sampai jabatan pun dipertaruhkan disini. Dan semua... dianggap tidak berarti sama sekali, dimatanya.

Tapi bagaimana kalau kita benar-benar sayang kepadanya ? berarti... kita mesti siap juga untuk sakit hati. Dan jangan salah, perkataan Meggy Z soal lebih baik sakit gigi daripada sakit hati itu adalah kebohongan besar ! Keduany mampu bikin kita badmood setiap saat. Namun yang membedakan adalah; sakit gigi lebih merujuk kepada nafsu amarah, sedangkan sakit hati lebih didominasi oleh nafsu untuk... bergalau ria.


*setel lagu Mr. Big - Just Take My Heart*

Sama seperti yang penulis rasakan baru-baru ini, ketika apa yang telah kita berikan kepadanya dianggap tidak berarti sama sekali, atau lebih buruk; diberikan kepada orang yang dia sayang -- dalam konteks ini, tentunya orang lain -- setulus hati. Dan ketika hendak menuntut kembali apa yang telah kita perjuangkan, semuanya hancur dengan perkataan yang singkat namun mematikan...

Memangnya aku udah minta apa aja sama kamu ?


Gotcha ! Kemudian mulut terkunci. Hendak hati ingin meletup namun bibir tetap tertutup. Dan semuanya hanya berujung penyesalan yang bahkan, tak sedikit pun mengurangi rasa sayang kita kepadanya. Walaupun sebetulnya apa yang telah kita berikan dianggap sampah olehnya.

Dari sini, penulis mendapatkan pesan moral yang dahulu hanya diceramahkan oleh para tetua ataupun kartu pepatah yang sering kita dapatkan di mesin penimbang badan yang biasa kita jumpai di mall, beberapa tahun lalu. Yaitu :

  1. Cinta itu buta. Secara teori, pencampakan, penghinaan ( secara halus ), pengacuhan, telah kita rasakan. Akan tetapi, semua itu tertutup oleh rasa sayang yang kita miliki.
  2. Apabila kita jatuh cinta, berarti kita mau tidak mau mesti siap untuk sakit hati. Jangan tanyakan alasannya. Ini semua memang sudah seperti siklus, dimana ada awal, pasti ada akhir.
  3. Materi mengalahkan segalanya. Terkesan subjektif ? memang. Namun begitulah kenyataannya. Secara naluriah, wanita menginginkan pasangan yang berkecukupan, yang berarti, wanita tersebut akan merasa aman dengan modal finansial yang dimiliki sang lelaki. Kalo ada para wanita yang mengatakan tidak, itu cuman perkataan berdasarkan logika. Perlu diingat, kalau wanita berpikir dengan rasio : 80 % Perasaan, 20 % Logika.
  4. Lagu-lagu Pop mellow / ballad / Rock yang bertemakan patah hati akan menghiasi playlist. Sekali lagi, jangan tanyakan mengapa...
  5. Kasih sayang terkalahkan oleh harta.  Simpelnya seperti ini. Bayangkan diri anda seorang wanita yang sedang bimbang untuk memilih mana yang terbaik bagi diri anda. Di depan anda ada dua orang lelaki, anggap si D ( akronim dari... ah, message aja deh kalo mau tau ), yang jarang untuk menemukan waktu bersama sang kekasih dan si H, yang memiliki banyak waktu luang dengan mengorbankan pekerjaannya. Si H itu tidak lain dan bukan adalah, inisial penulis. Si D, memiliki mobil inventaris orang tua. Sedangkan si H, hanya bermodalkan motor hasil sendiri. Mana yang akan anda pilih ?

Nuff said.



Sebetulnya masih banyak hal yang ingin sekali kuceritakan disini... tunggu kelanjutannya, yaa.












Selasa, 21 Februari 2012

Seekor Cicak dan Kanvas.


"...bila kuanggap kanvas ini sebagai alas sandiwara kita, mungkin sudah tak nampak lagi warna putih bersih seperti saat dia pertama kali kulukis..."

---------------------------------------------------


pada suatu saat dimana sebaris jingga hendak membentang mengganti siang, kucoba lukiskan setiap lekuk wajahmu tanpa menghilangkan setiap manis tatapan darimu, lembut pipimu, ataupun bibir merah jambumu yang merekah.

***

benar, aku melukis.
mencoba mengembalikan sedikit sentuhan yang dahulu kulatih sekian lama.

***

seketika, perhatianku teralih ketika seekor cicak ikut tertegun memandang kanvas yang hendak kubentang. 
dia terdiam. 
lama. 
tanpa suara. 

barangkali, dia tahu gelisahku akan rindu yang kukulum setiap senyap membekap; mengingat dia selalu kutemukan disaat sendu menjadi candu bagiku.

.
.
.

maka kutinggalkan kanvas tersebut, tanpa ada satu warna yang membuncah.
dan cicak tersebut masih tertegun,

memandangiku...








Senin, 20 Februari 2012

Sesak. Terisak.



aku harus siap, bila pada nantinya... kau mengucapkan selamat tinggal padaku.

------------------------------------------------



...dan memang aku terlalu idiot untuk mengerti tentang dialektika yang kau ujar beberapa waktu lalu. dimana senjakala hanya menjadi saksi dalam diam dan kau membuat ucapan 'selamat tinggal' menjadi suatu yang tak lagi induktif dalam kamus abadiku. Dia jingga, dan sejenak kemudian membiru, menggelap, lalu terlelap.


sesaat setelah itu, dadaku sesak. entah mengapa, sulit rasanya bagiku untuk bernafas; terengah-engah. Dan bila kutebak, iblis dalam jiwaku sedang tersenyum sinikal mencerna alegori yang terpapar dalam jerami yang membusuk di gudang.


Aku sesak, tanpamu.




maka biarkanlah aku mencari sedikit celah dalam relungmu, agar aku mampu untuk terus merasa sesak, karenamu... 


















*taken from my old collection at kaskus, April 13th, 2010.


Lima Detik.


"mungkin ceritanya akan sedikit berbeda jika kita tetap menyusuri hutan pinus tersebut dalam gelapnya malam..."

---------------------------------------------------------


malam yang membuncah dan dingin yang menusuk, seketika sirna ketika kudapati sebuah cahaya di kejauhan. sebuah kedai di perbukitan dengan secangkir Cappucinno, temaram lampu perkotaan, dan Kamu, disisiku.

dan tubuhku meletup saat bibir-merah-jambu milikmu, berpadu dengan lengketnya sisa caramel di bibirku.

satu.
dua.
tiga.
empat.
lima.

lima detik.
dan kamu berhasil menciptakan memori yang takkan pernah lenyap dalam hidupku bersamamu.

Kau Keparat ! Kau membuatku semakin tak rela untuk kehilanganmu.



Sabtu, 18 Februari 2012

Karma Imaji.


"...dan begitulah caraku agar bisa selalu bersamamu..."

-----------------------------------------------


pada suatu senyap, aku pernah berharap matahari yatak kunjung tiba.
agar tubuh rapuh ini senantiasa memungkur sujudku pada-Nya dalam pertengahan malam,
lalu berharap agar kelak mampu bertemu dan memilikimu selamanya, dalam mimpi.

karena setiap kali aku terbangun,
aku mendapati diriku yang bukan apa-apa; bukan siapa-siapa.

kecuali roti yang tinggal sekerat, dan hati yang berkarat...


















Secandu Pecandu Kopi.


"...dan lagi-lagi, secangkir kopi dan setangkup rindu yang menelungkup. semanis dirimu yang kucumbu dalam lugu..."

---------------------------------------------------



Secangkir Latte Macchiato, dan bayangmu yang sedang tersenyum kepadaku; adalah teman yang setia terdiam ditempatnya...

satu di sudut meja, dan sisanya di sudut rasa.

.
.
.

Akh.
entah kata macam apalagi yang harus kumuntahkan detik ini.
Barangkali; perasaan ini, hanya akan menjadi aksara. menjadi suara. atau menjadi apapun, yang takkan pernah bisa menyentuh rindumu...








kau (pen)curi hati.


Yep. I do really remember it. And everything fades away since I know who I am in your eyes...

---------------------------------------------------------


Kita yang kasmaran seumpama kunang-kunang redup yang berpendar dalam malam; bertebaran dibawah purnama.
Hingga malam ini, aku dan dia berdiri dibawah langit yang sama. Menjamah jarak, mencumbu rindu. mengadu rasa yang tak kunjung bertaut. Mencipta frasa yang kita sebut,


kenangan.



Andai kupinta Tuhan untuk mengembalikan hati yang telah ia curi, akankah Dia ?























Satire.


----------------------------------------------


ah, aku tahu.
rinduku yang tak berkesudahan padamu adalah aksara yang paling satir!

karena sekuat apapun itu, dia hanya mampu kalap saat menyaksikan dirimu bersamanya, terlelap. Hingga kemudian tenggelam; mengendap.



















Tatap.



"...dan lagi-lagi, aku rindu akan bibirmu yang merah jambu itu. Cappucinno keparat..."

------------------------------------------


Dalam senyum lengkung yang kuraut, aku menatapmu.

lekat.
dalam.
dalam diam.
dalam-dalam.

dan pikiranku kembali berkecamuk, berputar-putar mencerna setiap memori yang tersangkut. Tapi tak ada benang yang kemudian terajut.
Aku melarat. Aku sekarat!
Dan kau tahu itu...

Maka aku mempersilakan bisu menjejak setiap dinding tembok kamarmu, dengan mata kita yang tetap beradu padu.
Hingga aku berusaha memberitahumu dalam diam, bahwa aku selalu ingin hidup.

Dalam dirimu...









Payung Lembayung


"...cepat, kemari. aku tak ingin menampakkan wajahku yang menggigil saat bertemu denganmu..."

--------------------------------------


sore itu, mendung benar-benar serupa dengan kapas basah; kelam...
hingga tak sedikitpun semburat jingga yang biasa kutemukan saat petang hendak membuka tabir.

apakah kamu memiliki payung ?
payung yang cukup bagi kita; berdua. payung yang mampu meneduhkan kala hujan menggerimis, merintis, dan menderas.

kemari...

.
.
.

bawa hatiku hangat bersamamu, bersamaan dengan aku yang begitu mencintai hujan.
hingga malam terkuak, dan aku yang masih berdiri mencari-cari setiap aroma aspal basah dengan tangan yang menengadah...

aku mencintai hujan.
sama seperti aku... mencintaimu.







Selasa, 14 Februari 2012

Euforia Fobia.




"...bahkan masa lampau sering menjadi cerminan akan masa yang akan datang..."

-------------------------------------------------------------



...masih seperti biasa, kubuka sedikit cerita tentang kau yang selalu berdiri terdiam dikepalaku tanpa rasa yang... , "ah, apakah wanita yang berdiam, menatapku kosong diujung sana itu benar-benar dia ? apa masih sudi dia melihatku, yang secara harfiah, adalah orang yang enggan berdaya dalam dirinya ?", pikirku.

benar saja. mataku tak sengaja mengarah padamu. Bersamanya. dalam nyata. dalam-dalam. sepertinya harus segera kuitis jemariku agar tak perlu lagi kuketikkan kata tentang namamu, yang membawa rasaku mengasap, mengabut, dan lambat laun, menghilang.



tidak, tidak. aku takkan pergi untuk mencari pisau, ataupun paku untuk menancapkan kemelut yang membuatku gila. aku hanya ingin memiliki perhatian. darimu.



aku serupa agnostik; kelimpungan di jalan Tuhan, rasaku kini tersesat di pengembaraan; mencari agama yang aku, kita, dan mereka namakan :


Cinta.























Senin, 13 Februari 2012

Desau Rindu.



"namun, apakah kamu mengerti apa yang kumaksud ? kemari, taruh tanganmu disini. di dada kiriku. biar ia yang bercerita..."

------------------------------------


Pada hujan yang mengurung jiwamu kian samar, pelan-pelan kunyaringkan sisa huruf dan kata-kata pada setiap puisi cinta kita. tak bernada, tak bertanda. hanya saja...


ah, aku belum mampu menjelaskannya. aku hanya mampu...




mencintainya.