Sabtu, 28 Januari 2012

Langit, Senja, dan Amnesia.





Ketika senja mengguratkan segaris sinarnya pada langit yang memerah, ia sebetulnya sedang terlupa; dimana langit seharusnya biru. Dimana langit semestinya bersedih; karena untuk kesekian kalinya harus menenggelamkan terik kedalam haribaan mesranya dan tergantikan dengan sepatah bias yang hanya mampu hidup semenjana.


Maka samakan aku dengan langit, yang selalu terdiam dalam pahatan amnesia. Yang selalu terpaku saat terik menyapa dan kaku saat rembulan bergulir.


Seperti halnya langit, akupun jua hilang ingatan. Dan baru tersadar saat sakit yang mendera adalah metafor yang  membungkam jiwa hingga lara bersuara.


"...Bahkan ketika kau mencintai -- ataupun menyakiti -- ku, aku hanya mampu mengingat bibir merah jambumu..."



Tidak ada komentar:

Posting Komentar