Minggu, 09 Juni 2013

Sunrise - Part 2



Semakin lama, semakin terik. Sudah waktunya untuk bergabung dengan selerat bayang jam enam pagi.

-----------------------------------------------------

Di malam-malam sebelumnya, kita sempat beradu kata memperdebatkan perihal siapa yang salah dan siapa yang benar. Bahkan, kita tak yakin sedang memperbincangkan apa. Hingga kemudian, kita berpisah...

Merindukan bibir merah mudamu yang lembut lantas membuat imajiku kalap. Ia berontak, menginginkan kembali rasa yang sama. Termasuk dekapmu yang selalu membuncah seketika; membuat ragaku menjadi arena kuasamu.

Sekarang, jelas didepan mataku selerat sinar matahari yang hendak naik. Dengan latar pegunungan, tentunya.

Maka... kuseruput kembali secangkir kopi hitam hingga habis dengan mentari yang kian naik dan; lupakan malam. Hadapi pagi.






luapkan kelam, acuhkan elegi.









E N D A P .


Berapa banyak dari kalian yang kesulitan dalam manajemen amarah? Berapa banyak dari kalian yang kesulitan dalam mengutarakan isi hati ?

***

Jika kalian terlahir sebagai seorang perempuan, maka secara tidak langsung lingkungan sosial disekitarmu membentuk dirimu hingga menjadi sosok yang sekarang. Juga teman-temanmu. Salah satunya, ketika sedang memiliki masalah yang... cukup pelik.

Menjadi perempuan itu, mudah. Namun sulit.

Jika kalian seorang perempuan, berapa banyak dari kalian yang memiliki sahabat yang sering menjadi penopang kalian? atau berapa banyak laki-laki yang setia menjadi 'dukun curhat' anda ketika setiap kali anda hendak bercerita tentang masalah yang mendera?

Nikmatnya menjadi perempuan... sekali ada masalah, dengan segera sahabat-sahabatnya mengetahui, bahkan ada yang dengan sigap menghampiri dan mendengarkan dengan seksama mengenai masalah yang ada. Bahkan, tidak jarang ada yang sampai menginap untuk kemudian mendengarkan sebuah masalah dan... Menangis bersama. Ya. Menangis. Sebuah luapan emosi secara biologis yang setidaknya, dapat menenangkan hati.

Sebuah lingkaran sosial yang, supportif.

***

Hal sebaliknya terjadi pada laki-laki. Seorang laki-laki, dididik dan dituntut untuk menjadi seorang yang kuat, keras, dan logis. Namun seiring waktu, hal tersebut bisa menjadi bom waktu ketika norma, aturan, dan tatakrama menjadi pagar terhadap cara seseorang dalam memanajemen sebuah masalah.

Laki-laki dituntut untuk mencari solusi secepat mungkin. Sendirian.
Laki-laki dituntut untuk menyelesaikan masalah secepat mungkin. Sendirian.
Laki-laki dituntut untuk bersikap seolah tidak ada masalah. Meskipun jauh didalamnya, telah menggunung...

Dengan demikian, justifikasi orang lain terhadap laki-laki, adalah seorang yang mandiri, mampu melakukan segala hal sendiri. Termasuk dalam menyelesaikan sebuah masalah...

Hingga pada akhirnya, tidak sedikit laki-laki yang kesulitan untuk meluapkan setiap emosinya yang ada melainkan kepada sebuah kegiatan yang bisa membuat dirinya lupa, atau teralihkan. Entah game, clubbing, jalan-jalan, merokok, berkumpul dalam sebuah komunitas, atau bahkan mengurung diri dalam kamar.

Hingga pada akhirnya, satu persatu masalah, mengendap.

Bercerita kepada kawan seperjuangan? Nihil. Sebuah hal yang tentunya hanya akan mendapatkan jawaban enteng semisal, "pasti cepet beres koq sob.", "gue doain biar masalahnya cepet kelar.", atau bahkan, "itu sih masalah elu sob, bukan gue.", dsb. 

***

Bagaimanapun, hal tersebut adalah sebuah siklus. Sebuah hal yang dimana akan terus berulang, dengan lingkaran antara : masalah - cari aktivitas - lupa - ketemu masalah lagi - cari aktivitas lagi - lupa - dst.

Kami, IRI, kepada kalian, perempuan. Yang memiliki begitu banyak sahabat supportif, yang bisa mendengar setiap paragraf cerita kalian; Selagi kami, berusaha untuk menyibukkan diri untuk mencari aktivitas akibat sedikitnya sahabat supportif yang kami miliki.
Kami hanya bisa meluapkan bentuk emosi kami dalam bentuk fisik. Entah berupa pukulan, teriakan, atau bahkan, amukan. Sebuah hal yang bahkan, tidak terdengar positifnya sama sekali dari sisi manapun. Menangis hanya membuat diri kami lemah, dan akan semakin lemah seiring justifikasi lingkungan terhadap seorang laki-laki yang menangis.

CENGENG.

Menjadi seorang laki-laki, sudah seharusnya menjadi sosok yang KUAT. Namun tidak serta merta berdiri sendiri; mereka perlu penopang.

Sama halnya seperti sebuah tiang. Meskipun berbentuk rangka baja, bila dipaksa berdiri tanpa penopang hingga mencapai keseimbangan yang sempurna, maka yang ada hanyalah rubuh.

***

Maka bagi perempuan, jadikan diri anda sebagai tumpuan ketika pasangan anda mulai goyah. Jangan buat ia semakin goyah dengan segala bentuk pemikiran berliku anda, karena pasangan anda tidak pernah berpikir sejauh itu. Atau ia akan jatuh. Oleh pemikiran anda; bukan lagi oleh masalah yang dimiliki pasangan anda.

Bagi laki-laki, jadilah sosok KUAT. Jadilah sosok yang mampu memanajemen konflik ataupun masalah dengan baik. Namun jangan paksakan diri anda untuk menjadi sosok kuat ketika anda sudah tidak mampu. Atau, sebuah keputusan bisa menjadi sebuah langkah yang salah yang kemudian, memberi petunjuk dan menghasilkan sesuatu yang salah. Dan merugikan pasangan anda.


















Anggap tulisan ini sebuah subyektifitas, lalu tanya kepada setiap lawan jenis anda...