Senin, 30 Januari 2012

Tersenyumlah...


"...tidak, mataku hanya sedikit terkena debu."

-----------------------------------------------------


hingga detik merajam sunyi pun, tak pelak kugapai setiap rindu yang bertebaran. disini. di kamar sepi ini. dalam diam. dalam-dalam...

Hei... bukankah cinta seharusnya membuatmu meraut senyum ?
maka tersenyumlah.
tak ada guna rasanya kau mengulas bibir merah jambumu kebawah hanya karena memikirkan sesosok pendosa yang hanya mampu kalap kala meratap.

sekarang, tersenyumlah...
telah kita capai perpisahan hening.
bahagiakanlah dirimu.
aku turut berbahagia bila kau jua.

kuulang sekali lagi, bahagiakanlah dirimu.aku turut berbahagia bila kau jua.


Ha ? airmata ? tidak. mataku hanya... sedikit terkena debu.
Mukaku pucat ? tak apa. aku memang sedang tidak bernafsu mengunyah sekerat nasi diujung sana... 

Sudahlah.

aku ( memaksakan untuk ) bahagia dengan kondisiku dan keadaanmu saat ini :)


Sabtu, 28 Januari 2012

Langit, Senja, dan Amnesia.





Ketika senja mengguratkan segaris sinarnya pada langit yang memerah, ia sebetulnya sedang terlupa; dimana langit seharusnya biru. Dimana langit semestinya bersedih; karena untuk kesekian kalinya harus menenggelamkan terik kedalam haribaan mesranya dan tergantikan dengan sepatah bias yang hanya mampu hidup semenjana.


Maka samakan aku dengan langit, yang selalu terdiam dalam pahatan amnesia. Yang selalu terpaku saat terik menyapa dan kaku saat rembulan bergulir.


Seperti halnya langit, akupun jua hilang ingatan. Dan baru tersadar saat sakit yang mendera adalah metafor yang  membungkam jiwa hingga lara bersuara.


"...Bahkan ketika kau mencintai -- ataupun menyakiti -- ku, aku hanya mampu mengingat bibir merah jambumu..."



Ceracau.

"...Apa kamu yakin mau menunggunya ?"

***

"Aku yakin!"

***

"Apa kamu mampu untuk melupakannya ketika dia telah menancapkan hatinya kepada seseorang, dan bukan kamu ?"

Aku termenung sesaat. Termangu. Seolah hunusan pedang menggorok tenggorokan hingga sulit rasanya untuk bersua. Sakit.

***





"Aku tak yakin akan hal itu..."

"Meski aku tahu dihatinya tak ada aku, tapi dihatiku akan selalu ada dia..."









Angsa Kertas.


"...akan ada satu permintaan yang dikabulkan bila seseorang berhasil menciptakan 1000 angsa kertas dengan hasil jerih payahnya sendiri..."

------------------------------------------------------


...Satu persatu, kulipat setiap kertas berwarna hingga membentuk seekor burung kertas dengan macam-macam warna. Dan seribu buah, bukanlah hal yang mudah untuk diraih, meski pada akhirnya aku rela menghabiskan separuh hariku melewati gerimis yang muram dan hujan yang menderas. Anggap saja, aku percaya dengan tahayul yang membuatku senang menjadi bahu ketika kau kelimpungan mencari sandaran.

Dan kini, ketika setiap kali kupandang burung tersebut, selalu saja air mataku mengalir dalam diam. Dalam hening yang penuh misteri, yang selalu saja menenggelamkanku ke dalam atmosfer kesedihan, yang selalu membekap hingga lelap menyelinap.

Entah sampai kapan burung-burung tersebut akan terus terdiam, membeku dalam dinginnya malam, dan hanya mampu melayang dalam hati yang terluka...

"Jaga burung tersebut baik-baik. Entah kapan aku bisa kembali menatapmu dan tersenyum tulus, tanpa mesti menyembunyikan perih..."






Senin, 23 Januari 2012

Kunang-Kunang Kecil




"...berpendar, dan kemudian menghilang."

--------------------------------------------------------------------


suatu saat dalam lamunan malam, seekor kunang-kunang kecil terbang tanpa arah.

"mungkin, dia kesepian malam ini...", pikirku.

sesaat menjelang kemudian, dia melayang; berpendar, lalu menghilang seiring gerimis yang menyeluruh, menggemuruh, kemudian menderas dengan nada dan baunya yang khas. Sebari menutup jendela buram kita, aku kembali menatap bayangmu dalam uap sisa susu coklat panas dan embun rinai yang sejak tadi, kunjung menebal. Dan benar rupanya, melukiskan tentang rinduku yang entah tak terhitung banyaknya. Barangkali, sebanyak gerimis yang berjatuhan sejak tadi.

kuukir sekilas tentang rautmu, dan dibalik beningnya matamu aku membaca; benar rasanya adalah aku, Sang Lelaki yang tersesat mencari arah meraih hatimu.

ah, maaf...
aku baru saja ingat, kau bahkan segan untuk memalingkan wajahmu ke arahku.

maka, kuhabiskan sisa-sisa endapan yang tersisa dalam cangkir mungil;
dan kutinggalkan saja cahaya yang berpendar dibawah pekatnya malam.

Denting Piano yang Dulu Kulupakan, Sekarang Menjadi Lagu Pengantar Tidur.


"...kuterima kekalahanku..."

------------------------------------------------------------------------------------

Jam menunjuk pukul 5 sore, dimana matahari sudah mulai enggan untuk menyinari tubuhku yang kalut. Dan lagi-lagi, aku hanya bisa memuntahkan semua kejanggalan yang terjadi dari saat kuterbangung, kemarin, kemarinnya lagi, kemarinnya lagi, sampai aku pertama kali bergandengan tangan denganmu.
Rasanya sudah waktunya untuk berhenti berharap, hingga rintik menderas dan mendera ragaku yang perlahan-lahan menyatu dengan rinai.


"...Memang benar apa kata orang; hujan selalu disukai oleh banyak manusia yang sedang bersedih, dimana ia bisa bebas menyembunyikan perih tanpa ada sinisme didalamnya."



*menghela nafas*




Aku tak percaya lagi akan guna matahari
yang dulu mampu terangi sudut gelap hati ini...



Sesaat setelah Lagu Berhenti Berharap milik Sheila On 7 diputar, otakku terdiam. Tak sadar, kepalaku rasanya berat seketika, hingga membenam diatas meja, mengenali rasa sakit yang dulu pernah singgah dan menyelimuti selama beberapa lama...










 


Deja Vu


"... dan jangan katakan apapun. aku sedang tidak ingin mendengar rasa iba yang selalu terlontar..."

------------------------------------------------


Suatu pagi, tatkala aku terbangun sendiri, dan menoleh ke kiri. Mendapati tiada sesiapa, kecuali telepon selular tanpa ikon surat, sinar matahari yang masih selerat, dan secarut hati yang masih saja berkarat. Ternyata hanya sekedar mimpi...

Aku bangun, dan berjalan lunglai mencari matahari yang mungkin, mampu menghujam tubuhku hingga mencipta bayang.
Bagaimana bisa tubuhku berdiri tegak sementara otak kiriku masih meracau akan siapa diriku terhadapnya dengan pikiran yang, cukup masuk akal, juga tak masuk akal ? Maka akupun sejenak membeku dibawah terik.

Hingga malam menjelang, kita kembali memandang bulan yang selalu sama. Adakah kau disana memikirkan hal serupa ? dengan bintang timur laut yang kita ukir dengan tawa ?

***

Dan disuatu pagi di beberapa waktu setelah kejadian tersebut, aku kembali terbangun sendiri, mencoba mengucapkan selamat pagi di udara yang kelabu dibalik jendela yang memburam. Tanpa berpikir panjang, kucoba kutitipkan rindu bersama hembusan angin.
Menyisip sedikit tanya dalam ragu; akankah kamu pulang ke hatiku, sayang ?

Aku sadar.
Betapa kerasnya aku menerabas rindu, tak pelak ia kembali mendekap; dengan airmata yang kadang membekap.
Embun pun semakin tebal, pertanda hujan mulai turun.

Maka kuatur playlistku berurutan,
Dan kutarik gorden.

Minggu, 22 Januari 2012

Dan Bila Aku Berdiri Tegar...

"...dan bila aku berdiri
tegar sampai hari ini 
 bukan karena kuat dan hebatku
semua karena cinta
semua karena cinta 
tak mampu diriku berdiri tegar
terima kasih cinta..." 

-------------------------------------------------- 


Entah sudah berapa puluh kali, atau ratus kali lagu itu berputar dari speaker notebook.
sebetulnya lagu ini lebih memiliki nuansa kegembiraan; kebahagiaan; ataupun sukacita
namun entah mengapa, aku lebih baik memendam kepalaku dibawah bantal.
terdiam.
dan... menangis.

Aneh rasanya seorang laki-laki yang hendak menginjak masa-masa dewasa, menangis.
dan bodohnya lagi, menangis untuk hal yang bagi orang lain, cukup sepele.
tapi aku sendiri bahkan sulit untuk menjelaskan kenapa aku menangis.
tangisan yang kuharap, setidaknya dapat melegakan rasa yang terus menerus diliputi kemelut.
meski aku tahu, bahwa hal tersebut tidak akan menyelesaikan ataupun memberi solusi atas hal yang bahkan, aku tak tahu bagaimana cara mengatasinya...

Sepertinya, aku harus tetap berdiri tegar.
meski pahit;
meski perih;
meski aku terus menangis
hingga tertidur karena kelelahan...




Tergantikan.


"...aku tahu ada sesuatu yang kamu tutupi. meski engkau menggelengkan kepalamu seratus kali..."


------------------------------------------------------------------------

"...mumpung belum jam 10, Cha boleh ga jalan-jalan dulu sama hadi ?"

"Kemana ?"

"kemana aja deh, yang penting jalan-jalan!", sembari mengeratkan pelukan isyarat bahwa dia telah bersiap untuk kubawa menjelajahi dinginnya angin malam Kota Bandung.


Dan semenjak malam itu, tak ada lagi kecupan hangat yang menjamah keningmu. Dan dari kabar yang kudengar, kamu sakit. Perihal karena apa, aku tak --diberi-- tahu. Namun yang jelas setiap pesan yang menandakan bahwa kamu 'seakan' pergi meninggalkanku begitu saja, menandakan bahwa ini bukanlah sebuah pertanda yang baik. Iya, ini bukan pertanda yang baik.

Dan bodohnya lagi, aku hanya bisa mendoakanmu untuk selalu diberi kekuatan dan ketegaran untuk melawan penderitaan yang sedang kau alami. Satu persatu teman-temanmu datang silih berganti, menjenguk keadaan sahabatnya yang tengah dihapus dosanya oleh Tuhan; termasuk eks-kekasihmu yang masih begitu tulus memberikan perhatian dengan menjaga dan merawat hingga sediakala.

Ya... tak mungkin rasanya aku menjengukmu yang juga berarti bertemu eks-kekasihmu -- yang juga berarti menjadi salah satu orang yang dia anggap sebagi penghancur hubungan kalian berdua --. Miris...



----------------------------------------------------------------------------



"...aku harap dia mampu mengecup keningmu lebih hangat dan membuatmu jauh lebih baik, dibanding manusia yang hanya mampu mendoakan dan mencerca sedikit bait lewat dunia maya..."



Selasa, 17 Januari 2012

Twist.


"baru kali ini aku nyobain minuman rasa balsem... makasih ya, Di..."


______________________________________________________________________



ketika kita sudah merencanakan sesuatu dan berharap rencana tersebut akan bermanfaat bagi banyak orang, terkadang Tuhan sengaja memberi sedikit adjustment terhadap apa yang akan kita lakukan. Ya, penyesuaian. agar hidup terasa lebih bermakna dan lebih, dramatis.


Keputusan yang kuambil siang kemarin adalah keputusan yang telah kufikirkan matang-matang. Lantas, apakah berjalan sempurna ? tidak. sama sekali tidak. Sekali lagi, Tuhan memberi sedikit twist pada detik dimana rencana tersebut semestinya dijalankan dengan baik agar setiap plot berjalan lebih seru dan tidak terduga.


Dan malam ini, Engkau -- bidadari kecilku -- mengejutkanku untuk kesekian kalinya. Berita yang kau kirim, mengandung berita buruk setiap kata per katanya. Dilema.






Jangan pernah kau sebut Tuhan atau kalimat apapun yang mempesonifikasikan akan Kematian ! Aku sama sekali tidak menyukai hal tersebut, mengingat riwayat hidupmu yang begitu ingin kuperbaiki. 






Tolong, bidadari kecilku. Aku mohon ! jangan pernah sesekali menyangkutpautkan Izrail atau siapapun itu... aku tidak menyukainya. Aku sangat tidak menyukaimu kala engkau harus berjibaku sendirian saat dimana sebetulnya kau sangat membutuhkan bahu untuk menopang tubuhmu yang ringkih...











Minggu, 15 Januari 2012

Kun, Fayakuun.


______________________________________________________________________________




15 Januari 2012.


Tatkala seseorang begitu sibuk dengan urusan dunia, seringkali kita menyepelekan hal yang sebetulnya akan menjadi bekal bagi diri kita sendiri di kehidupan kelak. Inilah yang kadang membuat ego, individualis, idealis, dipinggirkan sesaat demi apa yang kita sebut : Tuhan.


baru saja setelah 15 menit yang lalu sebelum tulisan ini dipublikasikan, tercatat speedometer hampir mencapai 100 km/h pada saat perjalanan pulang menuju rumah setelah berjibaku dengan aktivitas duniawi. Hal yang sangat berbahaya tentunya, bila tidak disertai dengan persiapan yang matang. Hal ini juga yang menyebabkan salah satu temanku semasa SD, harus kembali ke 'rumah' terlebih dahulu.


Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "kun (jadilah)", maka jadilah ia". [ An-Nahl : 40 ]




selamat jalan sahabatku tercinta, Nunung Camelia. Beristirahatlah di Rumahmu yang baru...

Aku Mengamatimu, Disini.

masih di hari yang sama, namun kini sedikit larut. Pukul 12.03 tengah malam.


***


Seyogyanya aku benar-benar ingin mengelus rambutmu yang tergerai, menjadi bahu yang 'kan kau sandarkan ketika gundah mendera, dan mencium lembut keningmu sebagai sebuah kisah yang memaniskan kedekatan kita berdua. Lantas, apakah hal tersebut bisa membuatku tersenyum ? tidak. sama sekali tidak.




Dengan menatapmu dari kejauhan dan melihat senyummu, bagiku itu sudah lebih dari cukup.






Dan kini, aku sedang mengamatimu.
Mengamati kegundahan yang sedari kemarin mendekapmu.
Dan tak pelak rasanya ingin sekali kukatakan, "Semua akan baik-baik saja..."
Ya. Aku mengamatimu.
Disini.
Memperhatikan setiap kalimat yang kau susun.
Merangkai setiap gelisah yang kau utarakan.
Dan juga menyahut setiap risau mantan kekasihmu.
Dengan kehangatan yang kau pendar.
Yang juga jauh lebih paham;


 tentang cara menyayangimu...



Sabtu, 14 Januari 2012

Sindrom 'Rindu'.

Sudah lama rasanya tidak menumpahkan sedikit bait yang lama hilang. Walaupun memang kenyataannya cukup pahit, bahwa dominasi tulisan yang tertata disini merupakan sumbangsih dari kegalauan yang kurasa dan tak sanggup untuk kuteriakkan dan membiarkan hati kecil ini bernafas lega. Dan 2 tahun menahan rasa itu bukanlah hal yang mudah dilakukan. 


Sungguh...





***





Suatu malam di malam minggu, pukul 22.12.

Meski sudah mulai malam, jemariku masih berkutat dengan notebook kesayangan yang sudah memasuki masa-masa uzur dan masih setia menemani. Hari ini, tak ada satupun pesan darinya yang singgah menuju ponsel pribadiku. Dan aku masih setia menunggunya sebari membaca sedikit kenangan yang kita hias selama ini.

Hey, sudah satu bulan ternyata kita 'kembali' berkenalan. Itu artinya sudah satu bulan juga kita mengenal pribadi masing-masing, yang sebetulnya... masih harus kuraba lebih jauh.

Dari akun jejaring yang tak kunjung henti memaparkan status terbaru darimu, selalu kusisihkan sedikit perhatian agar tetap selalu memastikan kalau kamu baik-baik saja disana, dan tentu saja... menunggu sapaan darimu.





Ironis. Ketika seorang laki-laki, mencoba merangsek kedalam kehidupan seorang perempuan yang menurutnya... sempurna. Dan kenyataannya ia masih menjaga rasa sayang kepada eks-pacarnya yang secara status, sedang rehat.









Barangkali... itu yang namanya sayang; Ketika seseorang bahagia akan orang yang dikasihinya gembira, meski karena orang lain, meski bersama orang lain. Ah, entahlah. Aku masih peka dengan kata-kata semacam itu. Terlalu... dramatis.

Biarkan rasa rinduku ini kutahan sebari menatap wajahmu yang lembut dengan secangkir Cappucinno hangat yang sudah mulai dingin. Ia begitu setia menemaniku dikala hati sedang benar-benar membutuhkan kehangatan; meski risau yang kurajut, tak kunjung tersusun...